Jurnalsidikcom – Jenly Lengkong sebagai direktur di perusahaan yang menaungi keprinews.co, dengan tegas akan melakukan laporan balik dengan pernyataan dan keterangan palsu di sejumlah media.
Dengan unggahan sejumlah media yang menyebut Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Dicky Novalino, melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah ke Polresta Tanjungpinang atas nama inisial JAL, ini dianggap sebaliknya merugikan perusahaan media dan dirinya karena merupakan tudingan yang tak mendasar, sehingga dinilai menjadi fitnah dan pencemaran nama baik yan merugikan perusahaan pers secara immateriil.
Apa lagi menyebutkan nama Jenly Alfian Lengkong yang disingkat JAL, JA, yang sasarannya itu salah dan terjadi pembohongan publik, dilihat dari substansi pernyataan dirinya melalui beberapa media online.
Dikatakannya, masalah pemberitaan itu produk pers itu pastinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai mekanisme aturan yang berlaku. Namun hal itu tidak menjadi esensi laporan jenly nanti. Karena produk jurnalis harus diselesaikan dengan aturan yang mengikat yaitu UU pers.
“Dia itu salah sasaran, dia menyebutkan nama saya di media, hanya sejumlah media tulis dengan inisial. Kapasitas saya bukan pimpinan redaksi, tapi direktur yang notabene berhubungan perusahaan. Dari mana dia menyebutkan nama saya,” tuturnya.
Produk pers berupa pemberitaan merupakan lex specialis, yaitu hukum khusus yang mengesampingkan hukum umum, selagi dalam konteks produk pers. Ada tahapan yang harus ditempuh, baru ia bisa menyimpulkan pencemaran nama baik dan bisa membuat laporan. Ini semua aturan pers ditabraknya, tak ada yang dilakukan, namun berbeda dengan pernyataannya.
“Sebetulnya saya tidak mau bicara yang terkait pemberitaan, karena di dalam berita tidak menyebutkan nama dan partai, hanya perasaannya, opini atau perkiraannya yang tidak ada dalam unsur UU. inisial D tanpa partai, namun dia sudah menyimpulkan terlalu jauh, bahkan menjust itu berita yang sampaikan JAL. Ini pembohongan publik, bisa dibilang disampai seseorang kalau itu diunggah di media social secara umum,” ucapnya.

Tidak diketahuinya, bahwa jika terdapat berita dari pers yang merugikan seperti fitnah dan pencemaran nama baik, maka kami akan mengacu pada ketentuan dalam UU Pers. Sebab UU Pers merupakan lex specialis dari UU ITE dan perubahannya maupun KUHP dan UU 1/2023 sebagai lex generali, sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generali.
Yang diterangkan dalam Lampiran SKB UU ITE angka 3 huruf l, menjelaskan bahwa pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis bukan UU ITE.
Langkah hukum yang benar atas pemberitaan pers yang dianggap merugikan mekanismenya sangat jelas dalam aturan ini, itu Hak Jawab dan Hak Koreksi. Kalau pihak medianyan tidak memberikan ruang hak jawab dan hak koreksi, langkah berikutnya baru yang bersangkutan dapat melakukan pengaduan ke Dewan Pers.
Apa bila proses mediasi oleh dewan pers tidak mencapai sepakat, maka dewan pers akan mengeluarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi yang ditetapkan melalui rapat pleno, kemudian disampaikan kepada pengadu dan teradu serta diumumkan secara terbuka.
Poin-poin yang dianggap pembohongan publik dan pernyataan yang sangat merugikan pribadi dan perusahaan lewat media online, yaitu,
– Pemberitaan dugaan perselingkuhan yang disampaikan oleh seorang wartawan berinisial JAL. Pemberitaan itu disampaikan oleh media, bukan perorangan. Dasarnya dikatakan disampaikan oleh seorang wartawan JAL itu dari mana? Dia harus bertanggungjawab dalam hal ini.
– Di media itu disebutkan bahwa percakapan itu didapatkan dari istri saya. Padahal, istri saya tidak pernah memberikan keterangan kepada siapa pun. Coba buktikan dalam pemberitaan adakah penyebutan itu bersumber dari istrinya. Bicara istrinya itu harus melekat identitas nama atau bermuarah sebagai objek narasumber. Pernyataan ini dianggap suatu pembohongan publik yang harus dipertanggungjawabkannya.
– Menyatakan bahwa dirinya telah berusaha untuk berdiskusi dengan media terkait agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini juga suatu kekeliruan yang menjadi pembohongan publik. Konteks konfirmasi dan diskusi ini berbeda. Tidak ada produk pers yang dilakukan diskusi. Konfirmasi adalah penegasan atau pengujian, sedangkan diskusi adalah percakapan yang wajar dan masuk akal.
Konteks wawancara itu bagian dari kegiatan pers yang tidak bisa diintervensi dengan cara dan alasan apapun. Setelah wartawan selesai melakukan kegiatan jurnalistik yaitu konfirmasi, sebelum berita diterbitkan, tiba-tiba ada ajakan diskusi, itu tidak sesuai dengan produk pers.
“Jadi bagi saya substansi pelaporannya yang disampaikan lewat media itu tidak mendasar dan merugikan pribadi saya. Sementara yang melakukan konfirmasi itu wartawan lapangan dengan beberapa pihak, kok tiba-tiba dipernyataannya dalam konteks pemberitaan tersebut disebut saya, ini yang menjadi dasar laporan balik nanti. Saya tinggal tunggu bentuk LP-nya seperti apa. Kalau masalah konten pemberitaan dipastikan dapat dipertanggungjawabkan sesuai mekanismenya,” pungkasnya. (*)
