Tradisi Tumbilotohe, Lentera Budaya Gorontalo

Shares

Gorontalo. Jurnalsidik.com Kegiatan Tumbilotohe tetap akan berlangsung, namun tanpa festival seperti biasanya. Rencananya, Taumbilotohe akan diadakan menyambut malam Lailatul Qadr, pada malam ke 27 Ramadhan, atau 3 malam terakhir menjelang Idul Fitri.

Tradisi ini sudah lama berlangsung di Gorontalo, sejak abad 15 Masehi. Bahkan sejak kondisi Kota Gorontalo masih gelap gulita belum memiliki penerangan permanen. Saat itu masyarakat Gorontalo yang ingin melaksanakan shalat tarawih ke mesjid dan menyerahkan zakat fitrah pada malam hari harus membawa alat penerang atau lampu.

Mengenang masa peralihan penggunaan alat penerangan di Gorontalo. Awalnya masyarakat menggunakan “wango-wango”, yaitu alat dari wamuta atau seludang yang di haluskan dan di runcingkan kemudian di bakar. Kemudian berganti menggunakan bahan bakar, yaitu tohe tutu atau getah damar. Getah padat itu mampu menyala cukup lama saat dibakar.

Memasuki masa penggunaan lampu sumbu, berbahan kapas dan minyak kelapa menggunakan wadah seperti kima, kerang dan pepaya yang
di potong dua, biasa disebut padamala. Seiring perkembangan zaman, bahan bakar lampu penerangan beralih ke minyak tanah hingga kini.

Lentera merupakan salah satu alat yang mendominasi turun temurun dalam tradisi tumbilotohe. Gemerlap lentera yang tergantung pada kerangka kayu menyiratkan keemasan warna janur kuning. Janur Kuning yang biasa disebut Alikusu dipasang tergantung bersama buah pisang merupakan lambang kesejahteraan dan tebu melambangkan keramahan kemuliaan hati menyambut hari raya Idul Fitri.

Tradisi Tumbilotohe merupakan salah satu kekayaan adat di Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2017, perayaan tradisi Tumbilotohe berhasil masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) karena 5 juta lampu menyemarakkan tradisi ini dan menghiasi setiap sudut
di daerah Gorontalo.

Di sisi lain, Tumbilotohe menjadi energi kolektif-positif publik, bahkan menjadi bagian dari syi’ar Islam. Sebagian “Tools” dari Serambi Medinah hingga menjadi satu even terbesar di Gorontalo.

BACA YANG LAIN JUGA :   Pagelaran Budaya Melayu di Anambas Tampilkan Kesenian Gubang

Tumbilotohe merupakan identitas pemersatu masyarakat yang nyaris pudar. Dalam hal ini, pemerintah berupaya merawat momentum kebudayaan bernafaskan Islam ini sebagai agenda rutin tahunan di Gorontalo.

Mempertahankan Tumbilotohe, sangat penting ditengah gempuran budaya luar dan ancaman redupnya kebudayaan lokal.

Untuk itu, pemerintah terus berupaya agar peringatan Tumbilotohe tetap berlangsung. Tepatnya, awal ramadhan 23 April 2020 kemarin, Bupati Gorontalo bersama Dewan Adat telah menyepakati bahwa tahun ini tidak akan ada Festival Tumbilotohe, Bukan berarti tidak ada.

“Tetap di laksanakan namun terbatas dengan memperhatikan protokol covid-19. Karena di khawatirkan akan memicu kerumunan di tengah berlakunya PSBB.” ungkap Bupati dan berharap dengan adanya tumbilotohe wabah ini Akan cepat berakhir.
Selasa, 12/5/2020

Penulis : Zulkarnain

1070

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *