Shares

Jakarta. Jurnalsidik.com –Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis atas perkara pidana no.29/Pid B/2020/PN.Jkt.Pst, kepada para pelaku unjuk rasa pendukung Capres 02. Jumat, 24/4/2020

Penasehat Hukum terdakwa, Sekjend IKAMI Adv Djudju Purwantoro menjelaskan duduk perkara kliennya yang didakwa atas dugaan pencanaan, dan turut serta membuat bom molotov yang digunakan saat unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR pada 24 September 2019 lalu.

Para terdakwa, Hilda Winar, Dr. Efi, Ir.Abdul Hakim dan lima orang rekannya divonis bersalah dengan hukuman penjara selama 10 bulan potong masa tahanan sejak akhir September 2019. Majelis hakim dalam diktumnya memutuskan para terdakwa bersalah telah melanggar psl.187 bis (ayat 1) KUHP, Jo.psl 56 ke 2 KUHP.

Atas vonis itu, Djuju menilai penilaian hakim tidak relevan dengan perbuatab kliennya. Menurutnya, pasal 187 bis (ayat 1) berbunyi, “Barang siapa membuat, menerima, berusaha memperoleh, mempunyai persediaan, menyembunyikan, mengangkut atau memasukkan ke Indonesia bahan-bahan, benda-benda atau perkakas-perkakas yang diketahui atau selayaknya harus diduga bahwa diperuntukkan, atau kalau ada kesempatan akan diperuntukkan, untuk menimbulkan ledakan yang membahayakan nyawa orang atau menimbulkan bahaya umum bagi barang, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Sedangkan Pasal 56 ke 2 ;
“Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
‘mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan”.

Menurut Djuju, pasal yang di tuduhkan dalam vonis hakim vonis hakim, tidak relevan dengan bukti-bukti dan fakta persidangan untuk mengikut sertakan kliennya, Dr. Efi, dan Ir. Basith (suaminya) dalam pembuatan bom molotov (a quo),

Fakta yang terungkap dalam persidangan, Perbuatan kliennya hanya sebatas simpatisan yang berkontribusi membantu dana sebesar Rp. 800 ribu untuk penyediaan konsumsi berupa nasi bungkus dan roti bagi para demonstran.

BACA YANG LAIN JUGA :   Prajurit Satgas Yonif MR 411/PDW Kostrad Rayakan Hari Raya Galungan di Papua

“Atas tuntutan JPU, tentang pidana bom molotov tersebut, banyak ketidak sesuaian, ditinjau dari keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang ditampilkan. Misal, prosedur pengamanan dan lokalisir barang-barang bukti demikian, tidak sepenuhnya dilakukan sesuai prosedur Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 10 Tahun 2009, tentang
Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik dan Laboratoris Barang Bukti. “Jelas Djuju.

Barang bukti pecahan botol dan bekas percikan minyak di celana panjang/jean hitam milik saksi dari anggota kepolisian, ketidak sesuai dengan bom molotov. Saat persidangan, saksi ahli berpendapat bahwa percikan tersebut terdeteksi percikan solar, bukan bensin. Tuntutan jaksa terhadap terdakwa atas tuduhan menggunakan bom molotov, tidak didukung saksi dan bukti yang kuat.

Oleh itu, dalam persidangan, penasehat hukum memohonkan agar para terdakwa bisa ditangguhkan penahanannya (tersisa 3bulan) karena wabah korona yang sedang melanda, tapi hakim tetap tidak mengabulkannya. Atas vonis tersebut JPU menyatakan pikir-pikir dahulu.

Penulis : Zulkarnain

534
Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *