SPRI Kepri Pertanyakan Tindaklanjut DPRD Tpi

Shares

Jurnalsidik.com,Tanjungpinang,- Dewan Pengurus Daerah (DPD) Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Provinsi Kepulauan Riau kembali menyambangi kantor DPRF Kota Tanjungpinang untuk mempertanyakan fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Tanjungpinang terkait keberlanjutan penggunaan anggaran belanja jasa publikasi di beberapa OPD Kota Tanjungpinang yang tidak mematuhi aturan.

Sejak awal tahun, masalah ini telah digelar dengar pendapat oleh DPD SPRI bertempat di Ruang Paripurna Kantor DPRD Kota Tanjungpinang bersama Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang dan dihadiri Kepala Diskominfo, Inspektorat, Kabag Hukum dan unsur lainnya yang terkait mengenai dana publikasi.

Saat itu, Ketua DPD SPRI membeberkan mengenai pelaksanaan belanja jasa publikasi oleh Pejabat Pengadaan belanja jasa publikasi di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diakominfo) dan di Sekretariat DPRD Kota Tanjungpinang sejak tahun 2019.

Kegiatan belanja jasa publikasi diumumkan dalam RUP SKPD dengan satu Mata Anggaran Kegiatan (MAK) bernilai miliaran rupiah, dilaksanakan seperti menggunakan uang pribadi pejabat pengadaan. Besaran belanja publikasi kepada setiap perusahaan media tampak tidak memperhatikan kualitas dan harga serta aturan, melainkan mengakomodir kepentingan perusahaan yang terdaftar di Dewan Pers dan kepentingan lainnya.

Kondisi ini menyebabkan perusahaan media yang memiliki legalitas dan kemampuan kegiatan publikasi di luar anggota Dewan Pers tidak mendapatkan kesempatan bersaing secara sehat.

Dalam paparan SPRI, Ketua DPD SPRI Kepri Solihin menilai, penggunaan APBD oleh pejabat pengadaan untuk belanja jasa publikasi di Diskominfo dan Setwan Kota Tanjungpinang hanya kepada perusahaan media yang terverifikasi di Dewan Pers tidak sesuai dengan prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah. Oleh itu, Solihin mempertanyakan aturan yang digunakan oleh pejabat Diskominfo dan Setwan Kota untuk melaksanakan kegiatan belanja jasa publikasi secara dikriminatif.

BACA YANG LAIN JUGA :   Ketua DPRD Kepri Hadiri Upacara Peringatan HUT TNI Ke-78

Pernyataan dan pertanyaan SPRI saat itu tidak dapat dijawab atau disangkal oleh Kepala Diskominfo, Inspektur Inspektorat dan Kabag Hukum yang hadir. Akhir rapat, Ketua Komisi Fatir saat itu menyimpulkan akan mengkoornasikan permasalahn ini kepada BPKP untuk ditelaah.

Belakangan ini, pihak SPRI menerima laporan keluhan dari anggotanya, dikabarkan sebagian anggaran sudah digunakan dan pengelolaan kegiatan publikasi di Diskominfo dan Setwan Kota Tanjungpinang masih menerapkan sistem yang Diskriminatif, tanpa memperhatikan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efektif dan efisien dengan prinsip-prinsip persaingan yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak.

Menindaklanjuti laporan itu, DPD SPRI kembali mempertanyakan komitmen DPRD Kota Tanjungpinang dan pihak lainnya mengenai pembicaraan pengelolaan anggaran publikasi pada awal tahun 2020.

Pertemuan berlangsung hari senin, 22 juni 2020 di gedung paripurna kantor DPRD, senggarang. Turut hadir Ketua DPRD, Hj. Yuniarni Pustoko Weni SH, Ketua Komisi I Novaliandri Fathir, Ketua Komisi III Agus Djurianto SH dan anggota Asman.

Saat itu Fathir mengakui kondisi Covid-19 menyebabkan rencana melakukan kunjungan ke kantor BPKP untuk mengkonsultasikan permasalahan ini, belum dapat dilaksanakan.

“Suasananya masih pandemi Covid-19, tapi dalam waktu dekat ini akan kita upayakan,” ujar Fathir.

Menimpali ucapan Farhir, Ketua DPRD Kota Tanjungpinang Yuniarni Pustoko Weni menyarankan agar SPRI membicarakan permasalahannya pada Kepala Daerah.

“Saran saya, coba buat janji kepada Plt Walikota, bicarakan masalah ini secara baik-baik, mungkin beliau juga belum tahu, dan kita harap beliau dapat menyikapinya,” ungkap Weni.

Pertemuan selama 20 menit itu berakhir tanpa kejelasan tindakan pemgawasan DPRD, pertemuan berakhir disebabkan pihak DPRD harus melanjutkan rapat.

Usai rapat, Kepala Bidang Hukum DPD SPRI Kepri Gindo H Pakpahan membeberkan legalitas perusahaan penyediaan jasa publikasi sesuai aturan hukum diantaranya memiliki badan hukum, NPWP, kantor yang jelas sesuai UU Pers dan memiliki SIUP atau Nomor Induk Berusaha (NIB) dibidang penerbitan atau periklanan, serta memiliki kemampuan.

BACA YANG LAIN JUGA :   Optimis Cegah Penyebaran Covid 19, Hj. Rahma Bagikan Hand Sanitizer

“Tidak ada aturan yang merujuk bahwa perusahaan media dianggap sah dan dapaf melakukan usaha apabila  terverifikasi dewan pers,” tegas Gindo kepada suarabirokrasi.com. Lanjutnya menjelaskan ijin yang dibutuhkan perusahaan media dalam bersifat nirlaba maupun bersifat profit.

“Aturan penerbitan sesuai UU Pers, Berbentuk badan hukum, dapat berupa PT, Yayasan atau Koperasi dan Alamat yang jelas serta penanggungjawab. Sedangkan ketika perusahaan Pers akan melakukan kegiatan ekonomi atau usaha, maka wajib memiliki NPWP, SIUP atau NIB sesuai aturannya.”terang Gindo.

Menurutnya, syarat teknis untuk kegiatan publikasi adalah perusahaan tesebut melakukan usaha pengelolaan media massa secara aktif, baik dalam bentuk media massa cetak, online, streaming atau jenis lainnya.

Gindo berharap para pejabat pengelola anggaran publikasi tidak membuat aturan yang mengada ada dan tidak ada landasan hukumnya. Karena dinilainya, hal ini selain bertentangan dengan aturan, juga berdampak merugikan pihak-pihak lain.

Penulis : red

Fhoto : redaksi

458

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *